Wednesday, November 30, 2011

Kencan Supranatural



Kami berdua duduk di sebuah taman malam itu. Saat itu udara hangat meskipun malam hari. Gadis yang berada di sebelahku pun tidak keberatan terhadap lengan dan lututnya yang terpapar udara malam yang hangat. Lampu remang-remang taman menemani kami berdua. Tidak ada pasangan yang lain di sekitar kami, bahkan hampir tidak ada orang di taman yang biasanya setiap hari Sabtu selalu ramai dengan berpasang-pasang manusia. Mungkin karena ini hari Rabu.
“Aku masih lapar, nih,” kata Lira.
“Sama,” jawabku. “Habis, tadi nasinya dikit banget.”
Lira manyun sambil ngangguk-ngangguk. “Tapi enak sih.”
Aku memandang kulit wajahnya yang sedang memandang lalu lintas di kejauhan, berbinar tertimpa cahaya kunung lampu taman. Matanya sayu berkilat bening dan rambutya sangat hitam. Aku membelai rambutnya yang sangat halus dan masih ada aroma parfum shampo. Lalu dia memandangku seperti dia tidak pernah memandangku sebelumnya, seakan saling pandang kita sangat penuh arti dan kesepahaman. 
Tangan kami berdua tergenggam di pangkuan kami. Dia tersenyum. Tidak ada orang lain di sekitar kami. Lalu aku menyentuh pipinya. Suara ramai jalan raya di kejauhan terdengar sangat sayup. Kini bibirnya memberikan pertanda. Wajah kami saling mendekat.
Pohon tinggi di belakang Lira seakan menyapaku. Aku melihat ke arah cabang pohon yang paling tinggi, ada sesuatu di sana. Meskipun cahaya lampu taman tidak sampai meneranginya, tapi aku dapat melihat sesuatu, sesosok makhluk. Aku menyebutnya makhluk karena aku tidak tahu apa itu tepatnya. Dia duduk di salah satu cabang pohon, kakinya tergantung. Aku bisa merasakan kalau dia sedang memperhatikan kami berdua.
Lira menyadari mataku yang terbelalak tertuju tajam ke belakangnya. Lalu dia menoleh ke belakang dan aku bisa membaca ekspresi terkejutnya. Kami berdua tidak berkata apa-apa, tapi raut muka kami menandakan kalau kami sama-sama melihatnya, seluruh tubuhnya hitam, hitam sekali hingga sulit menangkap sosoknya di kegelapan malam, tapi matanya jelas terlihat mengawasi kami berdua.
Terdiam tak bergerak beberapa lama, aku berdiri dengan sangat kaku, Lira mengikuti tanpa kusuruh. Kemudian kami berjapan menuju parkiran motor. Kususun langkahku secepat mungkin.
“Ren, tadi itu apa?” Lira mengikutiku di samping kananku sambil mengimbangi langkahku.
“Entahlah,” jawabku sambil terus melangkah berbelok menuju tempat motorku berada. Petugas parkir ada jauh di dekat puntu keluar. Tidak banyak motor yang ada saat itu.
“Ren,” wajahnya menggambarkan kengerian dan terror, seakan dia memintaku untuk membuatnya tenang. Tapi aku sendiri juga tidak tahu juga harus berbuat apa. Aku tidak pernah mengalami hal yang seperti ini.
Kini makhluk itu bergerak mengikuti kami. Aku bisa melihatnya muncul dari semak-semak yang terlihat dari tempat kami berada. Punukku merinding, aku menyambar tangan Lira dan menyeretnya ke arah motorku, aku menghidupkan motor dengan tergesa-gesa.
Sedetik kemudian muncul makhluk yang lain tepat di depan makhluk yang tadi. Detik berikutnya keduanya menghilang begitu saja. Kejadiannya begitu cepat.
Jantungku berdetak kencang. Lira yang masih di sampingku mencengkram erat lenganku sampai mati rasa. Suara ramai jalan raya mulai terdengar dengan jelas di telingaku.
Di perjalanan pulang Lira menggumamkan sesuatu kepadaku.
“Mungkin tadi dia mencoba untuk melindungi kita?”
Entahlah, saat ini pikiranku tidak bisa diajak berdiskusi. Aku hanya bisa mengendarai motorku pelan-pelan, berharap mereka tidak mengikuti kami lagi.

-bersambung-
Seharusnya cerpen tidak bersambung, tapi aku masih pengen melanjutkan ceritanya, belum aku ketik sih. Ya, mungkin ini bisa dikatakan bukan cerpen.